Kepribadian Sikap dan Mental Atlit



Usaha untuk mengembangkan olahraga saat ini semakin maksimal, hal ini ditunjukan oleh munculnya beberapa disiplin ilmu penunjang untuk kemajuan olahraga khususnya. Pembinaan mental bagi atlit menjadi penting, untuk memenangkan pertandingan dan menjadi juara. Para pelatih perlu memahami bagian ini yaitu mengenal eksistensi individu sebagai subyek yang dibina keberanian atlit inilah yang disebut eksistensi yaitu mengetahui apa adanya dan sifat-sifat ataupun hukum-hukum yang sesuai dengan apa adanya pada subyek yang dibina.
Teori kesatuan psiko-fisik berkembang karena para ahli menyadari bahwa orang yang keadaan kejiwaannya mengalami gangguan, karena rasa susah, gelisah atau ragu-ragu menghadapi sesuatu, ternyata mempengaruhi kondisi fisiknya. Akibat rasa susah dan gelisah menghadapi masa depan, seseorang kurang dapat tidur nyenyak, sehingga akhirnya mempengaruhi tingkahlaku dan penampilannya.
Ditinjau dari konsep jiwa dan raga sebagai kesatuan yang bersifat organis, maka gangguan sikap dan mental terhadap diri atlet akan berpengaruh terhadap keadaan kejiwaan atlet secara keseluruhan, ketidak-stabilan emosional atau "emotional instability" akan mengakibatkan terjadinya psychological instability", dan akan mempengaruhi peran fungsi-fungsi psikologisnya, dan pada akhirnya berpengaruh terhadap pencapaian prestasi atlet.


A.  KEPRIBADIAN SIKAP DAN MENTAL ATLET

Sport psikologi membantu Anda untuk memahami banyak aspek kinerja Anda.Sport psikologi adalah studi ilmiah dari faktor-faktor psikologis bahwa efek prestasi olahraga itu yang sangat berperan adalah kesiapan mental. Olahraga psikologi adalah disiplin yang memahami hambatan mental yang dapat berdiri di jalan mencapai tujuan dan prestasi yang diinginkan. Prinsip-prinsip dalam psikologi olahraga didasarkan pada hubungan pikiran dan tubuh.Dan dari prinsip-prinsip psikologi olahraga muncul konsep persiapan mental untuk olahraga. Dari pada menggunakan psikologi olahraga sebagai metode untuk membantu atlet masalah norma baru adalah kepribadian dan mental sebagai bagian dari pelatihan keseluruhan untuk semua atlet. Konsep persiapan mental dalam olahraga benar-benar sangat penting demi tercapainya apa yang diharapkan.

Kompetitif dalam memahami mental atlet memerangi tingkat kebugaran yang sama dan rejimen pelatihan serupa.Menang melawan lawan yang tangguh, bisa menjadi tugas yang menanjak. Namun pelatihan mental merupakan keunggulan kompetitif yang dapat memberikan rasa percaya diri. Sementara lawan Anda juga dapat menggunakan teknik persiapan mental, perbedaannya terletak pada seberapa baik atlet individu memahami dan menerapkan teknik ini, Semakin baik Anda berada di menerapkan keterampilan ini, keuntungan semakin Anda akan memiliki di lapangan.

Ada kesadaran di kalangan atlet memerangi bahwa ada lebih banyak untuk hubungan pikiran-tubuh dalam melaksanakan secara efektif dalam dunia olahraga.persiapan mental dapat membantu atlet memerangi mengatasi gangguan, ketakutan, pikiran negatif, motivasi miskin dan sebagainya. Konsep persiapan mental menggunakan prinsip-prinsip dalam psikologi olahraga untuk membantu Anda melalui pikiran-program pelatihan secara keseluruhan. Namun teknik ini harus dipikirkan oleh seorang pelatih agar bekerja dengan baik dan teratur digunakan dan diterapkan secara konsisten. Selain itu langkah pertama yang penting adalah untuk mengenali tingkat rendah motivasi Anda, bagaimana stres Anda, efek dari gangguan pada kinerja Anda.gamesmanship asertif dan dinamis adalah kunci untuk kinerja yang baik.

Bagaimanakah Psikologi Olahraga Dapat Membantu Atlet Agar Memiliki Mental yang Tangguh Mental yang tegar, sama halnya dengan teknik dan fisik, akan didapat melalui latihan yang terencana, teratur, dan sistematis. Dalam membina aspek psikis atau mental atlet, pertama-tama perlu disadari bahwa setiap atlet harus dipandang secara individual, yang satu berbeda dengan yang lainnya. Untuk membantu mengenal profil setiap atlet, dapat dilakukan pemeriksaan psikologis, yang biasa dikenal dengan "psikotes", dengan bantuan psikometri.

Profil psikologis atlet biasanya berupa gambaran kepnbadian secara umum, potensi intelektual. dan fungsi daya pikirnya yang dihubungkan dengan olahraga. Profil atlet pada umumnya tidak berubah banyak dari waktu ke waktu. Oleh karenanya, orang sering beranggapan bahwa calon atlet berbakat dapat ditelusun semata-mata dari profil psikologisnya. Anggapan semacam ini keliru, karena gambaran psikologis seseorang tidak menjamin keberhasilan atau kegagalannya dalam prestasi olahraga, karena banyak sekali faktor lain yang mempengaruhinya. Beberapa aspek psikologis dapat diperbaiki melalui latihan ketrampilan psikologis (diuraikan kemudian) yang terencana dan sistematis, yang pelaksanaannya sangat tergantung dari komitmen si atlet terhadap program tersebut.

1. Pentingnya Persiapan Mental.
Kita tahu bahwa pikiran mengarahkan tindakan kita, bahwa pikiran mendahului tindakan.Untuk cekatan menangani performa Anda di lapangan, persiapan mental adalah kuncinya.Ketika Anda berbicara tentang pemanasan sebelum pertandingan atau sebelum sesi latihan rutin / latihan, tidak lagi berarti hanya fisik pemanasan.Pemanasan harus melibatkan proses berpikir Anda, pola pikir dan keadaan emosional pikiran juga.Manfaat manifold pemanasan mental adalah sebagai berikut:
a) Ini memberi Anda kepercayaan diri untuk menghadapi sebuah turnamen
b) Ini membantu Anda mendapatkan kontrol atas proses berpikir Anda
c) Ini memfokuskan pikiran Anda secara efektif mengelola rutinitas selama pertarungan itu
d) Ini kondisi pikiran menjadi penuh perhatian dan waspada
e) Ini membantu Anda berencana bergerak ke berhasil menembus pertahanan lawan, melainkan membantu Anda merencanakan pertahanan sendiri
f) Ini Membantu Anda keluar dari hambatan mental dan kekhawatiran yang menahan kinerja Anda.

2. Latihan Pemantapan kepribadian dan Pembentukan Konsep Diri.
Latihan tingkat lanjut ini dimaksudkan untuk pemantapan mental atlet dan pembentukan konsep diri. The ideal performing state (IPS) bukanlah sesuatu yang bersifat tetap dan akan dapat berubah apabila atlet belum memiliki kesiapan mental dan ketahanan mental yang kokoh atau mantap, sehubungan itu diperlukan terus-menerus latihan pemantapan mental atlet seperti :

o Pemantapan Keterampilan dan Penguatan Keterampilan Latihan pemantapan mental dilakukan dengan tujuan lebih meningkatkan kemampuan mental atlet, dan mengurangi hambatan-hambatan yang timbul dari kekurangan yang ada pada diri atlet.Program pemantapan mental ini didasarkan atas asumsi bahwa tidak ada manusia sempurna, jadi atletpun tidak ada yang sempurna, oleh karena itu harus selalu diamati dengan saksamaperkembangan sikap dan mentalnya; dalam hubungan ini pendekatan dari aspek kognitif,konatif, dan aspek afektif-emosional akan sangat membantu dalam upaya lebih memahamiperkembangan kesiapan dan ketahanan mental atlet.Ditinjau dari kesiapan dan ketahanan mental yang berkaitan dengan kognitif, dapat diamatiantara lain: kecepatan dan ketepatan reaksi dan dalam mengambil keputusan, pemusatanperhatiannya, kemampuan menvisualisasi gerakan dan menerapkan dalam latihan, dsb. Ditinjaudari kesiapan dan ketahanan mental yang berkaitan dengan aspek konatif, dapat diamati antaralain: daya konsentrasi dan kekuatan kemauannya (³will power´), kemampuan mensugesti dirisendiri, bagaimana memotivasi diri sendiri dsb. Ditinjau dari kesiapan dan ketahanan mentalyang berkaitan dengan aspek afektif-emosional antara lain dapat diamati dari: kemampuanmenguasai emosi dan penguasaan diri, menguasai kemungkinan stress, ketahanan dalammenghadapi hambatan dan gangguan yang datang dari luar dirinya, dsb.Sehubungan itu latihan pemantapan mental yang harus didasarkan atas pendekatan individual,dapat dilakukan dengan perlakuan-perlakuan khusus, antara lain meliputi:
a).problem solving training, 
b).Latian konsentrasi yang mendalam (total concentration) 
c).Coginitive rehearshal´ yaitu merubah pola pikir yang ternyata kurang tepat sehinggamenyebabkan kegagalan dalam pertandingan 
d).Meditasi yang terarah pada penguasaan diri dan pemusatan perhatian pada pencapaian sasaran yang ditetapkan.

o Pembentukan Konsep Diri Disamping beberapa sasaran latihan tersebut, maka yang tidak kalah penting adalah pembinaan mental yang terarah pada terbentuknya konsep diri. Konsep diri akan terbentuk apabila individusudah memiliki persepsi diri yang positif, kemudian menetapkan cita-cita ideal yang sesuai dengan keadaan dan kemampuannya, dan lebih lanjut siap dan mampu mengatasi berbagai permasalahan yang dia hadapi serta sudah mempunyai rencana hidup yang mantap. Dengan memiliki konsep diri yang mantap, seorang atlet akan mampu menghadapi keadaan yang bagaimana pun juga, dan diaharapkan akan dapat sukses sebagai atlet dan dapat sukses dalam hidupnya.

B. KEPRIBADIAN ATLIT
Setelah memahami prinsip-prinsip dasar bagi pelatih dan atlit, maka kiranya dapat dikembangkan lebih lanjut sesuai sasaran dan tujuan akhir yang akan di capai. Dengan didasarkan hasil penelitian mengenai terbentuknya citra diri yang menunjukan kecendrungan dapat merubah sikap atlet. Sudibyo, (1992: 98) lebih lanjut juga telah dibuktikan bahwa terbentuknya konsep diri ternyata dapat meningkatkan motivasi, mengurangi rasa takut gagal,serta dapat mengembangkan sikap sosial.Mengingat setiap atlit memiliki sifat dan kemampuan yang berbeda yang membutuhkan perhatian khusus dan perlakuan yang berbeda pula, maka mental training harus didahului dengan penelitian diagnostik, kemudian menetapkan sasaran untuk dijadikan objek atau target perlakuan pada atlit. 
Memahami keberadaan atlit merupakan prinsif-prinsif dasar yang selalu harus melekat pada diri seorang Pembina/pelatih dalam memberikan latihan-latihan, sebagai pedoman perludiperhatikan beberapa prinsip dasar dibawah ini:
o Manusia bersifat organis, maka atlit tidak terlepas dari hukum-hukum ilmu faal yaitu hukum psikofisiologi. Misalnya atlit lari kencang tentu membutuhkan pernapasan yang dalam danpengambilan nafas terengah-engah. Setiap manusia akan tegang menghadapi pertandingan.Untuk dapat memobilisasi sumber-sumber kemampuan jiwa, harus relaks tidak ada beban mental maupun fisik, maka pada awal mental training perlu sekali kepada atlit diberikan relaksasi.
o Motivasi, merupakan prinsip dasar yang tidak boleh diabaikan yaitu setiap manusia ingin memenuhi kebutuhan dan mendapat kepuasan. Dalam olahraga motif berprestasi merupakan tuntutan kebutuhan yang utama sehingga mendapatkan keberhasilan.
o Sikap percaya diri, yaitu memahami bahwa dalam suatu pertandingan pada akhirnya yang menentukan kalah dan menang adalah atlit itu sendiri. Atlit tidak cukup hanya menguasai teknik,taktik saja akan tetapi lebih dibutuhkan ketahanan mental pada saat pertandingan yaitu percayaakan kemampuan dirinya sendiri. Hakekat percaya diri adalah kepercayaan atas kemampuan diri sendiri tampa bantuan orang lain(khususnya pelatih), menghadapi pertandingan dengan penuh percaya diri, perasaan tidak pernah kalah sebelum bertanding ini merupakan hal yang baik ditanamkan pada diri atlit.
o Disiplin diri sendiri, bahwa prestasi akan dapat dicapai oleh atlit yang memiliki disiplin dirisendiri dengan latihan yang teratur dalam upaya untuk mencapai target yang ditentukan sendiri,tidak melanggar ketentuan-ketentuan dari pelatih, sehingga jelaslah bahwa sikap disiplin diri sendiri ini dibutuhkan oleh atlit sejak menjalani latihan, latihan sendiri, dan pertandingan yang terikat pada peraturan dan wasit.
o Kemauan yang kuat, merupakan prinsip dasar yang perlu dimiliki atlit untuk mencapaikemenangan dalam pertandingan dan mencapai prestasi tinggi, tidak cepat puas dan selalu berusaha untuk menjadi lebih baik, tidak mudah menyerah dan goyah menghadapi kekalahan.Kemauan kuat juga perlu dimilki untuk mengatasi kejemuan, kebosanan dalam latihan dan kelelahan fisik. Konsentrasi yang baik sangat membantu upaya untuk menimbulkan ketenangan karena ia tidak mudah terganggu perhatianya baik yang datang dari luar dirinya maupun daridalam, seperti cemoohan para penonton, seorang pacar yang berada di luar arena dan hirukpikuk penonton.
o Pengontrolan diri, yaitu untuk menghadapi berbagai keadaan, atlit harus dapat menguasai diriatau mengontrol diri, sehingga tidak terganggu oleh tekanan dan goncangan emosional dari luar. Jhon Cripton (1991: 105) bahwa intinya adalah dapat menguasai diri dari rasa takut, kecewa,ragu-ragu dan sebagainya dan tetap dapat menggunakan akalnya dengan baik.
o Harapan untuk sukses, yaitu untuk mengatasi rasa takut gagal, maka atlit perlu mensugesti diri sendiri dan menimbulkan ³Self affecacy´ yaitu perasaan dapat berhasil.
o Berpikir positif, yaitu untuk mengatasi penilaian negative pada diri sendiri dan suatu keadaan terhadap oyek yang diamati. Berpikir positif akan menjauhkan atlit dari rasa tidak puas yangdapat menimbulkan konplik pada diri atlit. Dengan demikian terbentuklah persepsi diri positif berati menggambarkan diri dari segi positifnya dan menilai diri sendiri cendrung positif denganmenyadari kelebihan dan kelemahanya.
o Konsep diri, yaitu untuk memantapkan perkembangan pribadi atlit, dengan menggunakan pandangan secara menyeluruh tentang pribadinya dan mempunyai rencana hidup yang mantap,dan siap menghadapi keadaan yang bagaimanapun juga.

C. GEJALA-GEJALA KEPRIBADIAN DAN MENTAL ATLET
A. Anxiety (Kecemasan) dalam Olahraga.
Kita semua tentu pernah merasa takut atau cemas dalam berbagai situasi. Takut dimarahi, takut tidak lulus, takut tidak puas, takut kalah, dan sebagainya. Demikian pula atlet. Dalam menghadapi pertandingan, wajar saja kalau atlet menjadi tegang, bimbang, takut, cemas, terutama kalau menghadapi lawan yang lebih kuat atau seimbang, dan kalau situasinya mencekam. Ketakutan pada atlet pada umumnya dapat diklasifikasikan dalam beberapa kategori (Cratty, 1973):
a. Takut gagal dalam pertandingan
b. Takut akan akibat sosial atas mutu prestasi mereka
c. Takut kalau cedera atau mencederai lawan
d. Takut fisiknya tidak akan mampu menyelesaikan tugasnya atau pertandingan dengan baik
e. (Dan percaya atau tidak), ada pula atlet yang takut menang.
Hasil-hasil penelitian cenderung menunjukkan bahwa atlet paling takut pada akibat sosial yang akan mereka peroleh atas mutu prestasi mereka. Misalnya takut gagal memenuhi harapan pelatih, KONI, pemerintah, takut dicemooh, dikritik, dikecam masyarakat.

1. Kecemasan dan Motif Berprestasi.
Suasana stress wring sekali membuat seseorang hidup penuh gairah, karena dapat mengatasi suasana penuh stress dapat menimbulkan kepuasan dan kebanggaan pada diri seseorang. Yang lebih penting dalam pembinaan atlet, yaitu meningkatkan kemampuan mengatasi stress juga akan menjauhkan kemungkinan atlet mengalami kecemasan. Stress yang berlangsung terus-menerus dapat menimbuikan kecemasan, karena itu tingkat ketegangan yang dapat menimbulkan stress harus selalu dimonitor terus menerus, disesuaikan dengan kemampuan atlet menghadapi suasana stress. Di samping itu tingkat berat ringannya ketegangan yang dapat ditanagung oleh atlet, khususnya atlet yunior, juga harus selalu diperhatikan karena stress atau ketegangan psikis yang terlalu besar, yang tidak tertahankan oleh atlet, juga dapat menimbulkan kecemasan.Crafty (1973) membedakan kemungkinan timbulnya kecemasan karena takut cidera atau "harm anxiety" atau kecemasan karena takut gagal atau "failure anxiety".

2. Kecemasan dan Prustasi.
Antara stress, "arousal", dan kecemasan atau "anxiety", menurut Richard H. Cox ada keterkaitannya. Kecemasan dapat didefinisikan sebagai perasaan subyektif berdasarkan ketakutan dan meningkatnya "physiological arousal" (Levitt, 1980). Mengenai hubungan stress dengan kecemasan, Soparinch dan Sumorno ,kum (1982) mengemukakan sebagai berikut: "Bila stress yang dialami seseorang terlalu besar baginya, hingga tidak dapat dilakukan tindakan untuk mengatasi atau bila stress yang dihadapi seseorang berlangsung terus-menerus, maka akan timbul kecemasan. Kecemasan adalah suatu perasaan tak berdaya, perasaan tak aman, tanpa sebab yang jelas. Perasaan cemas atau anxiety kalau dilihat dari kata "anxiety" berarti perasaan tercekik".
Perasaan cemas dapat terjadi pada atlet pada waktu menghadapi keadaan tertentu, misalnya dalam menghadapi kompetisi yang memakan waktu panjang dan ternyata atlet tersebut mengalami kekalahan terus-menerus. Rasa cemas yang terjadi pada suatu keadaan tertentu disebut "State Anxiety". Menurut Spielberger (1985) "state anxiety" adalah keadaan emosional yang terjadi mendadak (pada waktu tertentu) yang ditandai dengan kecemasan, takut, dan ketegangan; biasanya diikuti dengan perasaan cemas yang mendalam disertai ketegangan dan "physiological arousal".

3. Frustasi dalam Olahraga.
Frustrasi timbal karena individu merasa gagal tidak dapat mencapai suatu tujuan yang diinginkan. Setiap atlet ingin mendapat kepuasan, ingin terpenuhi kebutuhannya, ingin mencapai harapan untuk menang; dan apabila hal tersebut tidak terwujud, maka dapat menimbulkan frustrasi. Sebetulnya frustrasi bukan hanya disebabkan karena kegagalan saja, tetapi terutama datang dari dalam diri atlet itu sendiri yang diliputi perasaan gagal. Cukup banyak atlit.yang gagal dalam suatu pertandingan atau gagal mencapai prestasi sesuai apa yang diinginkan, tetapi tidak mengalami frustrasi.

B. Stres Dalam Olahraga (Gejala emosional)
Seperti halnya otot-otot kita mengalami ketegangan karena melakukan kegiatan fisik maka kita pun dapat mengalami ketegangan psikik, yang disebut "stress".Menurut Gauron (1984) stress seperti halnya ketegangan otot tidak dapat dielakan dalam kehidupan manusia sehari-hari. Kita tidak dapat menghindarkan ketegangan psikik atau stress, beberapa ketegangan diperlukan dan beberapa ketegangan tidak diperlukan dalam penampilan dan melakukan tugas. Menurut Gauron kurangnya ketegangan atau "lack of tension" akan berakibat kita tidak dapat melakukan sesuatu dengan baik. Untuk dapat melakukan gerakan-gerakan tertentu dibutuhkan adanya ketegangan otot-otot, dimana ketegangan tersebut sangat diperlukan kemanfaatannya.

1) Stress dan Pertandingan.
Menurut Scanlan (1984) dalam tulisannya yang berjudul: "Competitive Stress and the Child Athlete" yang dimuat dalam buku "Psychological Foundations of Sport" mengemukakan bahwa "competitive stress" atau stress yang timbul dalam pertandingan merupakan reaksi emosional yang negatif pada anak apabila rasa harga-dirinya merasa terancam. Hal seperti ini terjadi apabila atlet yunior menganggap pertandingan sebagai tantangan yang berat untuk dapat sukses, mengingat kemampuan penampilannya, dan dalam keadaan seperti ini atlet lebih memikirkan akibat dari kekalahannya. Stress selalu akan terjadi pada diri individu apabila sesuatu yang diharapkan mendapat tantangan, sehingga kemungkinan tidak tercapainya harapan tersebut menghantui pemikirannya. Stress adalah suatu ketegangan emosional, yang akhirnya berpengaruh terhadap proses-proses psikologik maupun proses fisiologik.

2. Arousal" dan "Inverted U"
Arousal" adalah hal yang tidak dapat dielakkan seperti timbulnya ketegangan fisik atau "tension" dan stress. Yang dimaksudkan dengan "arousal" adalah gejala yang menunjukkan adanya pengerahan peningkatan aktifitas psikis. Teriadinya gejala "arousal" biasanya berjalan sejajar dengan terjadinya peningkatan penampilan atlet dengan kata lain ada korelasi positif antara "arousal" dengan penampilan atlet. Menurut Cox (1985) "arousal" adalah suatu istilah netral yang menunjukkan peningkatan aktivitas sistem syaraf simpatetis. Ini menunjukkan intensitas peningkatan giologis, dan tidak dapat digunakan untuk menunjukkan keadaan emosional tertentu. Misalnya baik orang dalam keadaan senang maupun dalam keadaan takut, ke duanya dapat menyebabkan "arousal" fisiologis meskipun rasa takut adalah gejala, afek yang bersifat negatif, sedangkan senang atau gembira adalah gejala afek yang bersifat positif.

D. SOLUSI DALAM MENANGANI KEPRIBADIAN DAN MENTAL ATLET
Dalam upaya pengendalian Psikologi diri seorang atlet misalnya kecemasan (anxiety) dan stress dsb. Ada 3 macam strategi yang bisa dijadikan sebagai solusi dalam menangani Mental Atlet antara lain: 

1. Strategi Relaksasi.
Keadaan relaks adalah keadaan saat seorang atlet berada dalam kondisi emosi yang tenang, yaitu tidak bergelora atau tegang. Keadaan tidak bergelora tidak berarti merendahnya gairah untuk bermain, melainkan dapat diatur atau dikendalikan. Untuk mencapai keadaan tersebut, diperlukan teknik-teknik tertentu melalui berbagai prosedur, baik aktif maupun pasif. prosedur aktif artinya kegiatan dilakukan sendiri secara aktif. Sementara itu, prosedur pasif berarti seseorang dapat mengendalikan munculnya emosi yang bergelora, atau dikenal sebagai latihan autogenik.Teknik relaksasi pertama kali dikembangkan oleh Edmund Jacobsen pada awal tahun 1930-an. Jacobsen mengemukakan bahwa seseorang yang sedang berada dalam keadaan relaks tidak akan memperlihatkan respons emosional seperti terkejut terhadap suara keras. pada tahun 1938, Jacobsen merancang suatu teknik relaksasi yang kemudian menjadi cikal bakal munculnya apa yang disebut dengan Latihan Relaksasi progresif (Progressive Relaxation Training). Dengan latihan relaksasi, Jacobsen percaya bahwa seseorang dapat diubah menjadi relaks pada otot-ototnya. Sekaligus juga, latihan ini mengurangi reaksi emosi yang bergelora, baik pada sistem saraf pusat maupun pada sistem saraf otonom. Latihan ini dapat meningkatkan perasaan segar dan sehat. seorang dokter di Jerman bernama Johannes Schultz menyebut latihan tersebut sebagai Latihan Autogenik (Autogenic Training). Teknik ini dapat melatih seseorang untuk melakukan sugesti diri, agar dapat mengubah sendiri kondisi kefaalan pada tubuhnya untuk mengendalikan munculnya emosi yang terlalu bergelora. Setelah diajarkan cara-cara untuk melaksanakannya, seseorang tidak lagi tergantung pada ahli terapinya, melainkan dapat melakukannya sendiri melalui teknik sugesti diri (auto-sugestion technique). Jadi, dengan melakukan autogenic training, seorang atlet dapat mengubah sendiri kondisi kefaalannya. Ia juga dapat mengatur dan mengendalikan pemunculan emosinya pada tingkatan yang dikehendaki.
para ahli kemudian berupaya keras untuk mencari modifikasi agar latihan relaksasi progresif dapat dilakukan dalam format yang lebih pendek dan praktis.
Contoh lain dari modifikasi tersebut adalah teknik pernapasan atau breathing technique. Teknik ini banyak dilakukan oleh para atlet karma dapat dilakukan di sembarang tempat, misalnya di pinggir arena pertandingan, saat menunggu waktu untuk bermain, demikian pula pada saat gejolak emosi sedang memuncak, misalnya pada malam sebelum pertandingan, atau beberapa jam sebelum pertandingan. Menurut Masters, dan kawan-kawan (1987) (dalam Gunarsa, S.D., 2002), manfaat dari melakukan latihan relaksasi progresif adalah:
1. Meningkatnya pemahaman mengenai ketegangan otot. Artinya, ada pemahaman bahwa gejolak emosi berpengaruh terhadap ketegangan otot dan sebaliknya.
2. Meningkatnya kemampuan untuk mengendalikan ketegangan otot.
3. Meningkatnya kemampuan untuk mengendalikan kegiatan kognitif, yaitu meliputi kemampuan pemusatan perhatian terhadap suatu objek
4. Meningkatnya kemampuan untuk melakukan kegiatan.
5. Menurunnya ketegangan otot.
6. Menurunnya gejolak emosi karena pengaruh perubahan kefaalan.
7. Menurunnya tingkat kecemasan, serta emosi-emosi negatif lainnya.
8. Menurunnya kekhawatiran dan ketakutan.

Seorang Peneliti dari UCLA Keith Wallace (1971) menunjukkan bahwa ada juga yang namanya. Meditasi transendental yaitu dilakukan seseorang dengan memusatkan perhatian dan berkonsentrasi terhadap suatu objek atau pikiran dan kegiatan tersebut ditahan untuk beberapa waktu dalam posisi tubuh yang nyaman, tanpa terganggu atau teralih perhatian dan konsentrasinya. Apabila hal tersebut dapat dilakukan, maka akan diperoleh keadaan relaks. Selama meditasi, tubuh akan mencapai tahap sadar sepenuhnya namun tanpa beban pikiran apa pun. Pada kondisi tersebut, seseorang akan siap menghadapi rangsang apa pun, serta siap memberikan respons yang sesuai dan optimal.

2. Strategi Kognitif.
Strategi kognitif didasari oleh pendekatan kognitif yang menekankan bahwa pikiran atau proses berpikir merupakan sumber kekuatan yang ada dalam diri seseorang. Jadi, kesalahan, kegagalan, ataupun kekecewaan, tidak disebabkan oleh objek dari luar, namun pada hakikatnya bersumber pada inti pikiran atau proses berpikir seseorang. Salah satu kegiatan yang mendukung berfungsinya proses kognitif adalah kegiatan pemusatan perhatian yang bersumber pada inti pikiran seseorang. Contohnya, pemikiran sebagai berikut: "Saya memusatkan perhatian terhadap kornitmen saya untuk bermain sesuai dengan apa yang sudah saya latih dan strategi bermain saya." Kegiatan ini merupakan kegiatan menginstruksi diri sendiri (self-instruction), sehingga apa pun yang akan terjadi dalam permainan, atlet akan berpedoman pada proses berpikirnya. Namun dalam kenyataannya, strategi kognitif seperti ini sangat erat kaitannya dengan status emosi dan berbagai macam pergolakannya. Pergolakan tersebut berasal dari tingkat ketegangan yang dialami oleh atlet, khususnya yang bersumber pada dirinya, yakni trait anxiety.

3. Teknik-teknik Peredaan Ketegangan
Hanya mengetahui "apa" atau "the what"saja mengapa atlet tegang atau takut tanpa mengetahui "the how" atau "bagaimana" cara penyembuhannya tidaklah banyak manfaatnya dan tidak akan menolong atlet. Oleh karena itu, pelatih sebaiknya juga mempersenjatai diri dengan keterampilan bagaimana cara meredakan ketegangan yang ada pada atlet. Ada beberapa teknik yang bisa membantu menurunkan atau mengurangi ketegangan atlet (desensitizatioll, techniques). Antara lain:

Teknik Jacobson dan Schultz, yaitu dengan mengurangi arti pentingnya pertandingan dalam benak atlet, atau mengurangi ancaman hukuman kalau atlet gagal.
Teknik Cratty. Dengan teknik ini, mula-mula disusun suatu urutan (hierarki) anxiety yang dialami atlet, dari Yang paling ditakuti sampai yang paling kurang ditakuti oleh atlet. Pada permulaan, atlet dihadapkan pada situasi yang paling sedikit membangkitkan anxiety. Setelah atlet terbiasa dan tidak takut lagi dengan situasi tersebut, dia kemudian dilibatkan dalam situasi takut yang agak lebih berat. Demikian seterusnya.
Teknik progressive muscle relaxation dari Jacobson, yaitu latihan memaksa otot-otot yang tegang dijadikan relaks.
Teknik autogenic relaxation, yaitu toknik relaksasi Yang menekankan pada sugesti diri (self-suggestion). 
Latihan pernapasan dalam (deep breathing). 
Meditasi. 
Berpikir positif.
Visualisasi.
Latihan simulasi: pada waktu latihan, berlatihlah dengan menciptakan situasi seakan-akan sedang betul¬betul bertanding, dan usahakan untuk tampil sebaik¬baiknya. Lakukan latihan dengan intensitas yang tinggi seperti dalam pertandingan sebetulnya. Biarkan atlet mengalami stres fisik maupun mental.
Dengan berulang kali berlatih dengan stres yang tinggi, diharapkan lama-kelamaan ketegangan atlet akan berkurang pada waktu menghadapi stres.

4. TeknikMekanisme pertahanan diri
Anxiety, kekhawatiran, dan ketakutan yang berkecamuk dalam diri atlet adalah gejala yang umum dalam olahraga. Anxiety dan ketakutan adalah reaksi terhadap perasaan "khawatir akan terancam pribadinya". Karena anxiety yang dialami atlet adalah sesuatu keadaan yang sangat tidak enak dan selamanya akan berkecamuk dalam kehidupan seorang atlet, maka dibutuhkan suatu mekanisme di dalam kepribadiannya untuk inengotasi atau membebaskan dirinya dari anxiety tersebut. Mekanisme ini biasanya disebut security operation atau defense inechanisin. Jadi mekanisme ini berfungsi sebagai alai agar kepribadiannya tidak merasa terancam. Sering kali mekanisme ini bekerja demikian efektif sehingga atlet benar-benar terlindung dari perasaan cemas tersebut.
Tampaknya di semua cabang olahraga sering terjadi mekanisme pertahanan demikian, bukan hanya oleh atlet, akan tetapi juga oleh pelatih, tim manajer, pengurus dan lain-lain. Memang mungkin saja alasan yang dikemukakan atlet, pelatih, Tim Manajer, Pengurus, KONI, dan lain-lain memang betul karena lapangan licin, bola tidak bundar, banyak angin, penonton ribut. Akan tetapi kebanyakan alasannya tidak rasional dan hanya merupakan manifestasi dari perasaan kecewa karena mengalami kegagalan, serta kedok agar terhindar dari perasaan cemas dan takut akan dikritik, dicemooh, dikecam oleh masyarakat, dan agar mereka tidak disalahkan oleh masyarakat atas kekalahan atau kegagalan mereka. Karena itu penyebab kegagalannya dilimpahkan kepada orang atau benda lain di luar dirinya. 
Sebagai pelatih, kita harus mendidik dan melatih para atlet agar tidak membiasakan diri menggunakan defense inechanisin yang tidak wajar sebagaimana contoh-contoh tersebut di atas. Sebab-sebab dari setiap kegagalan haruslah didiskusikan, dievaluasi, dianalisis secara rasional, intelektual dan inteligen. Pelatih harus mengajarkan dan mendidik atlet agar tidak meremehkan kegagalan, dan menilai setiap kegagalan dengan penuh pemahaman dan pengertian yang wajar. Dengan demikian dapatlah diharapkan pula bahwa mental para atlet sedikit demi sedikit dapat dikembangan


Uraian singkat mengenai kepribadian sikap dan mental atlet yang penulis kemukakan, diharapkan dapat memberi gambaran langkah-langkah dalam menangani dan membantu atlet dalam hal pencapaian kepribadian yang tertata dengan baik dan mental yang kuat dalam menghadapi segala hal yang berkaitan dengan pembentukan mental karena yang perlu dilakukan dalam pembinaan atlit dari segi psikologinya untuk mencapai tujuan dan cita-cita atlit sebagai juara.
Dengan banyaknya Teori berkembang yang menuntut para ahli menyadari bahwa orang yang keadaan kejiwaannya mengalami gangguan, karena rasa susah, gelisah atau ragu-ragu menghadapi sesuatu, ternyata mempengaruhi kondisi fisiknya. Akibat rasa susah dan gelisah menghadapi masa depan, seseorang kurang dapat tidur nyenyak, sehingga akhirnya mempengaruhi tingkahlaku dan penampilannya.
Di samping pendekatan holistik yang dewasa ini banyak digunakan para ahli, maka mental training juga berkaitan erat dengan latar-belakang kehidupan atlet. Meskipun para ahli baik di Barat maupun Timur menyadari arti pentingnya mental training dalam olahraga, namun akan tetap ada perbedaan-perbedaan tertentu karena perbedaan filosofinya.
Sehubungan itu semua maka jelaslah bahwa gejala psikik akan mempengaruhi penampilan dan prestasi atlet. Dalam hubungan ini pengaruh gangguan emosional perlu diperhatikan, karena gangguan emosional dapat mempengaruhi "psychological stability" atau keseimbangan psikik secara keseluruhan, dan ini berakibat besar terhadap pencapatan prestasi atlet.

Comments

Popular posts from this blog

Latihan Kondisi Fisik Atlit

Organisasi Pertandingan

Dasar Dasar Penjas